Peran Pemuda untuk Alam yang Merana

 

Organisasi Sahabat Alam Indonesia Berbagi Pengalaman tentang Merawat Lingkungan
Organisasi Sahabat Alam Indonesia Berbagi Pengalaman tentang Merawat Lingkungan (Dokumentasi Pribadi)

“Kalian beruntung, tapi tidak beruntung”, ucap pria berjenggot tipis, berkaos hijau.

Ia adalah seorang pejuang lingkungan, anggota yayasan Sahabat Alam Indonesia. Ia tanpa ragu menyebut kami, kumpulan mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi di Malang sebagai kelompok manusia yang beruntung. Kami bertransformasi, dari remaja berstatus siswa menjadi dewasa dengan embel-embel kata ‘maha’. 

Ia mengatakan bahwa kami patut berbangga karena merasakan bangku pendidikan hingga ke tingkat tinggi. Namun, ia mempertanyakan, setelah lulus, apa yang akan kami berikan kepada alam?

Bukan tanpa alasan ia dengan tegas melontarkan kalimat itu, karena ada seorang warga dari Kabupaten Malang yang hanya tamatan SD, tetapi ia dengan teguh menjaga alam. Dia bernama Sutari, atau akrab disapa Sutar. 


Pak Sutar, Sang Penyelamat Penyu

Pak Sutar, Sang Penyelamat Penyu
Pak Sutar, Sang Penyelamat Penyu (Instagram @bstc_malang)

Baru pertama kali kami bertemu, tapi rasa kagum tak bisa terbendung. Ia mengakui dulunya sebagai penikmat daging dan telur penyu. Namun kini memilih untuk merawat dan menjaga tukik-tukik (anakan penyu) tanpa pamrih dan tiada rasa ragu. Baginya, berkat penyesalan, ia memutuskan berubah haluan menjadi pejuang alam. 

“Saya hanya lulus SD”, kata Sutar.

Ya, dia tak malu dengan status pendidikan. Justru ia patut berbangga lantaran berhasil berbagi ilmu dan pengalaman di depan orang-orang yang katanya berpendidikan. Tak hanya mahasiswa, ia pun kerap diminta hadir di antara kelompok orang yang menyebut dirinya sebagai aktivis, akademisi, hingga pemangku kebijakan. 

Darinya kami belajar, bukan hanya tentang tata cara konservasi penyu dan tetek bengeknya. Namun, kepedulian dan kecintaannya terhadap alam membuat kami tergugah. Lantas apa yang bisa kami, anak muda lakukan untuk lingkungan? 


Anak Muda, Generasi Penerus ‘Alam’

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan melalui Sensus Penduduk 2020, bahwa Generasi Z (Gen Z) dengan rentang waktu lahir dari 1997 sampai 2012 menjadi kelompok penduduk paling banyak di Indonesia, yaitu 27,94 persen. Artinya, kami sebagai golongan manusia yang kerap disebut sebagai ‘anak bau kencur’, akan menggantikan senior-senior di berbagai lini kehidupan.

Hasil survei KedaiKOPI pada 2021 menunjukkan bahwa mayoritas anak muda menaruh perhatian lebih terhadap isu lingkungan. 77,4 persen Gen Z sangat tertarik dengan ilmu lingkungan, perubahan iklim, dan permasalahan alam lainnya. Bahkan 81,1 persen dari 1.200 responden berusia 14-24 tahun menilai climate change akan semakin memburuk di masa depan.

Dengan adanya kepekaan dan intuisi lebih terhadap alam, diikuti oleh aksi nyata, maka bukan tidak mungkin alam akan memulih. Tak perlu terjun langsung, masuk ke hutan apalagi memutuskan hengkang dari perkotaan. Cukup lakukan hal-hal sederhana dan konsisten demi mewujudkan perubahan.

Menjaga Alam dari Perkotaan

Aksi Sederhana Anak Muda untuk Alam
Aksi Sederhana Anak Muda untuk Alam (Diolah dari Canva)

Berdasarkan data BPS 2020, sebanyak 56,7 persen penduduk Indonesia memilih untuk bertempat tinggal di perkotaan. Sejalan dengan hal itu, Bank Dunia (World Bank) memperkirakan 220 juta orang atau setara 70 persen populasi akan bermukim di wilayah metropolitan. Ada beragam alasan yang mendasari, seperti fasilitas memadai, kemudahan akses, hingga luasnya lapangan pekerjaan.

Sementara itu, hanya 48,8 juta orang yang bertahan hidup di kawasan hutan. Tak bisa dipungkiri bahwa kebutuhan mendesak dan perkembangan teknologi memaksa manusia untuk bermigrasi ke perkotaan (urbanisasi).

Imbasnya, berbagai permasalahan lingkungan terus mengancam masyarakat perkotaan. Misalnya saja, kekurangan sumber air, tumpukan sampah, minimnya lahan hijau akibat alih fungsi menjadi pemukiman, hingga polusi udara. Mengacu data IQAir pada Rabu, 31 Mei 2023 pukul 07:00 WIB, Jakarta berada di posisi kedua setelah Tangerang Selatan dengan indeks udara paling buruk sedunia.

Maka dari itu, upaya kecil dari komunitas urban sangatlah diperlukan untuk menyelamatkan bumi, seperti:

-       Menghapus surat elektronik (email) yang tidak terpakai.

-       Menggunakan transportasi umum saat berangkat dan pulang kerja.

-       Hemat penggunaan AC, kipas angin, lampu, atau energi lain ketika di kantor.

-       Menghabiskan jatah makan siang atau bekal yang dibawa.

-   Membawa kemasan sendiri saat membeli kopi atau minuman kekinian pencegah kantuk di kantor.

Mumpung belum terlambat, yuk bikin perubahan. Satu aksi kebaikan, akan bermanfaat untuk lingkungan.

#EcoBloggerSquad

0 komentar