Tiyaitiki, Suku Tepra Menjaga Teluk Tanah Merah

Tiyaitiki
Foto Tiyaitiki (Sumber: Aruna)

Papua, tanah yang kaya, tanah yang indah. Keanekaragaman hayatinya jelas melimpah. Mulai dari puncak pegunungan, hingga kedalaman samudera, semuanya ada. Masyarakat adatnya hidup berkesinambungan bersama flora dan fauna. Mereka selalu bijaksana, dalam memanfaatkan dan mengelola. Termasuk pula dalam hal menangkap ikan di lautan dan mengambil sumber daya alam lainnya. Namun, mereka tidak lupa mempraktikkan kebudayaan yang mengikat, tiyaitiki adalah salah satunya.


Apa Itu Tiyaitiki?

Secara harfiah, tiyaitiki (tiaitiki) merupakan sistem manajemen pengelolaan sumber daya alam laut yang diterapkan oleh Suku Tepra di Deponsero Utara, Teluk Tanah Merah, Kabupaten Jayapura. Pengetahuan tradisional terhadap perlindungan sumber daya (etno konservasi) laut tersebut telah berlangsung secara turun temurun. Dasar-dasar konservasi berbasis kearifan lokal masyarakat adat Suku Tepra disampaikan secara lisan dan bukan peraturan hukum yang tertulis.

Teluk Tanah Merah
Foto Pemandangan Teluk Tanah Merah (Sumber: Detik)

Pada mulanya, tiyaitiki ialah perwujudan rasa hormat kepada kepala suku yang meninggal. Namun seiring dengan berjalannya waktu, tiyaitiki berkembang menjadi konsep perlindungan ekosistem dan biota laut. Penentuan tiyaitiki dilakukan secara bersama-sama dan waktunya bersifat relatif, yakni 1 tahun sampai mutlak permanen. Tiyaitiki sendiri dapat dikelompokkan menjadi dua. (1) Tiyaitiki umum meliputi penutupan area oleh suku dan (2) tiyaitiki khusus dilakukan oleh keluarga tertentu.

Tiyaitiki secara luas dikenal oleh masyarakat pesisir yang tersebar di wilayah Depapre, Tablanusu, dan Tablasupa. Dengan adanya tiyaitiki inilah, kawasan laut dikelompokkan berdasarkan fungsinya. Ada areal yang dilarang untuk dijamah apalagi dirusak. Ada pula lokasi yang boleh dieksploitasi sumber daya alamnya asalkan tetap memperhatikan keberlanjutannya (sustainability). Mereka juga menetapkan waktu-waktu tertentu dalam pelarangan penangkapan ikan layaknya adat sasi.


Peran Suku Tepra Terhadap Tiyaitiki

Seperti halnya sasi, tiyaitiki juga mengenal upacara adat berupa penutupan sona-zona penting di laut supaya tidak dimasuki manusia secara sembarangan pada kurun waktu tertentu. Jika melanggar, sanksi-sanksi akan diberikan oleh tetua adat tanpa pandang bulu. Keterlaksanaan tiyaitiki dinilai mampu menjaga alam. Mengingat alam (hutan dan laut) dianggap sebagai ayamfos, yakni ibu yang memberikan susu kepada anak ataupun dapur kehidupan oleh masyarakat Papua.

Dalam tindakan nyatanya, dapat terlihat dari penelitian yang dilakukan oleh Puguh dkk (2018), tiyaitiki berhasil mengatur zonasi konservasi perairan laut yang ada di Teluk Tanah Merah. Persebaran wilayah ekosistem terumbu karang yang sehat dan rusak dapat terbagi rata. Artinya masyarakat setempat sungguh-sungguh memberikan peraturan untuk tidak boleh menyentuh lokasi tertentu.

Sejak tahun 2005, masyarakat Suku Tepra juga mulai melaksanakan perlindungan salah satu jenis ikan, yaitu ikan baronang (Famili Siganidae) tepatnya di Desa Tablasupa. Selanjutnya, setelah 11 tahun berselang, Kalor dan Rumbiak (2016) menyebut bahwa ditemukan lebih dari 4 jenis ikan baronang di areal ekosistem lamun dan terumbu karang.

Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Rukka Sombolinggi
Foto Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Rukka Sombolinggi (Dokumentasi Pribadi)

Apa yang dilakukan oleh Suku Tepra menjadi salah satu kontribusi masyarakat adat dalam menjaga bumi. Hal tersebut sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Rukka Sombolinggi.

“Masyarakat adat merupakan sekelompok manusia yang atas dasar ikatan genealogis atau teritorial yang mengakar, turun-temurun lintas generasi, memiliki identitas budaya saa, dan mempunyai ikatan batin kuat terhadap suatu ruang geografis tertentu sebagai rumah bersama yang dikuasai, dijadga, dan dikelola turun-temurun sebagai wilayah kehidupan dan leluhurnya”.

Dengan demikian, berkat keterikatan antara manusia dengan alam lah yang menjadi dasar Suku Tepra tetap menjaga Teluk Tanah Merah. Bukan hanya untuk mempertimbangkan keberadaan bumi, tetapi juga demi kelangsungan hidup anak cucu.


Bagaimana Nasib Tiyaitiki Saat Ini?

Keberhasilan tiyaitiki ini ternyata terancam oleh perkembangan zaman. Praktik konservasi laut telah banyak mengalami pelemahan dengan dalih adanya kebutuhan keluarga yang meningkat. Selain itu, generasi muda juga banyak yang mulai meninggalkannya seiring dengan kecanggihan teknologi.

70% responden (35% sulit dan 35% cukup sulit) dari riset Puguh dkk (2018) mengungkapkan merasa kesulitan melaksanakan tiyaitiki. Peraturan yang tidak tertulis juga dinilai sebagai dalang dari kurang optimalnya penggunaan tiyaitiki.

Supaya tiyaitiki tidak terancam hilang bahkan punah. Mari bersama-sama suarakan dukungan untuk menjaga alam Tanah Papua. Cukup dukung mereka untuk berjuang dalam merawat lingkungan. Jangan rusak kehidupan mereka demi mencari keuntungan.

#EcoBloggerSquad

Sumber Referensi:

-      https://docplayer.info/59544984-Pengaruh-tiyaitiki-terhadap-populasi-dan-keanekaragaman-ikan-siganus-famili-siganidae-di-perairan-tablasupa-jayapura-papua.html.

-       https://journal.ipts.ac.id/index.php/ED/article/view/2311/1261.

0 komentar