inimelynda
inimelynda
  • Home
  • Achievements
  • Portfolio
  • Features
    • Environmental
    • Writing
      • Tips and Tricks
      • Review
    • Marine
    • Lifestye
  • Contact
Energi Terbarukan Ramah Lingkungan: Ubah Limbah Tambak Udang Jadi Uang

“Mengganti seluruhnya sumber energi tradisional dengan energi terbarukan akan menjadi tugas yang menantang. Namun, dengan menambahkan energi terbarukan ke dalam jaringan listrik dan secara bertahap meningkatkan kontribusinya, secara realistis dapat mengharapkan masa depan yang sepenuhnya didukung oleh energi ramah lingkungan” – CEO Suzlon Group, Tulsi Tanti - 

Listrik Jadi Kebutuhan Primer

Energi listrik menjadi salah satu kebutuhan bagi manusia. Listrik menjadi sumber daya paling ekonomis untuk menggerakkan berbagai sektor kehidupan. Listrik tak lagi bertindak sebagai penyokong beberapa aktivitas, tetapi kini berperan sebagai penggerak utama yang tidak bisa tergantikan. 

Direktur Jenderal (Dirjen) Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana mengatakan, kebutuhan listrik di Indonesia mencapai 1.172 kilowatt per jam/kapita dan akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan 5,3 persen pada 2023.

Sementara itu, Our World in Data mencatat sekitar 86,95 persen dari total produksi listrik Indonesia pada 2020 berasal dari bahan bakar fosil. Sayangnya, penggunaan energi fosil itu diketahui terus melahirkan beragam dampak serius terhadap lingkungan, seperti pemanasan global (global warming), hujan asam, hingga di ambang nyata perubahan iklim (climate change).

 

Penggunaan Listrik di Indonesia

Apabila ditelisik, Presiden Joko Widodo alias Jokowi menyatakan pemerintah optimistis menargetkan implementasi energi baru dan terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada 2024. Akan tetapi, Koordinator Investasi dan Kerja Sama Bionergi Kementerian ESDM Trois Dilisusendi menyebut pemanfaatan EBT di Indonesia baru 12 giga Watt atau sebesar 0,3 persen.

“Dengan angka tersebut, Indonesia baru memanfaatkan sebesar 0,3 persen sumber EBT,” ucap Trois saat acara Indonesia Renewable Energy Investment Summit (IREIS) di Hotel Pullman Jakarta, Senin, 13 November 2023, dikutip dari jpnn.com.

Secercah Harapan dari Energi Terbarukan

Potensi Energi Terbarukan di Indonesia

Meskipun masih berada di bawah 1 persen dan tertinggal di antara negara-negara lain, tentu Indonesia masih memiliki peluang untuk memanfaatkan EBT. Potensi EBT Tanah Air mencapai 3.687 giga Watt, yang terdiri dari:

-       Potensi energi radiasi surya atau sinar matahari sebesar 3.294 gigawatt.

-       Potensi hidro atau air sebesar 57 gigawatt.

-       Potensi bayu atau angin sebesar 155 gigawatt.

-       Potensi panas bumi sebesar 23 gigawatt.

-       Potensi laut sebesar 63 gigawatt.

-       Serta potensi uranium 89.483 ton dan thorium sebesar 143.234 ton.

Lantas, apa saja manfaat dari implementasi EBT?

 

1.   Ekonomi

Secara ekonomi, proyek pembangunan pembangkit listrik dari EBT dapat diperbaharui, sehingga jelas dapat menguntungkan karena ketersediaannya yang berkelanjutan (sustainable). Selain itu, EBT dapat memberikan dampak positif dalam jangka panjang lantaran lebih efisien dari segi biaya.


2.   Sosial

Penggunaan EBT secara masif tentu dapat menggugah kebiasaan masyarakat yang dulunya ketergantungan terhadap energi fosil menjadi berorientasi pada energi ramah lingkungan. Perubahan itu mau tak mau akan menggeser aktivitas masyarakat yang hanya berbasis pada ekonomi menjadi menjunjung tinggi kemaslahatan alam.


3.   Lingkungan

Salah satu manfaat dari implementasi EBT yang tidak dapat dihindari adalah pemulihan alam. Berbagai dampak negatif dari penggunaan energi fosil, mulai dari polusi air, udara, dan pencemaran tanah tentu akan berkurang. Efek jangka panjangnya akan menekan percepatan perubahan iklim.

Limbah Tambak Udang Jadi Energi Ramah Lingkungan

Potensi EBT dari Limbah Tambak Udang

Selain berasal dari sumber daya yang tersedia di alam, EBT juga dapat dihasilkan dari bahan-bahan yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya, salah satunya limbah tambak udang. Limbah budidaya udang mengandung senyawa nitrogen mencapai 92 persen, fosfor 51 persen, dan 41 persen bahan organik lainnya. 

Limbah tambak udang tersebut berpotensi menjadi energi listrik alternatif bertenaga mikroba yang dikenal dengan istilah Microbial Fuel Cell (MFC). Melansir dari Jurnal Riset Kimia (2022) karya Alif dkk, limbah budidaya udang dapat menghasilkan energi listrik sebesar 0,39 volt. 

Mikroorganisme penghasil listrik (elektrogenik) pada limbah cair organik budidaya udang meliputi Escherichia coli, Geobacter sp., dan Shewanella sp. Bakteri-bakteri tersebut dapat ditemukan pada sedimen atau bagian dasar lumpur kolam budidaya udang. 

Prinsip kerja dari sistem MFC adalah bakteri pada reaktor akan memproduksi elektron. Selanjutnya, dipindah ke anoda dan dialirkan menuju katoda yang terhubung oleh perangkat konduktivitas untuk menghasilkan listrik.

Menurut Vietnamnet, sekelompok tim peneliti dari Kyushu University, Jepang dan HCM City National University’s Nanotechnology Lab (LNT) berhasil mengimplementasikan proyek pembangkit listrik dari biomassa limbah tambak udang di provinsi Ben Tre. Hasilnya, efisiensi energi listrik 45 persen lebih besar dibandingkan sel bahan bakar lainnya.

Siapa sangka, jika limbah tambak udang bisa menjadi pundi-pundi uang. Maka dari itu, coba tengok di sekeliling kita, mungkin ada potensi EBT yang tak kalah menarik. Bagaimana menurutmu?

#EcoBloggerSquad 

Sumber:

https://bestjournal.untad.ac.id/index.php/kovalen/article/view/16033

https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/04/12/hampir-87-listrik-ri-berasal-dari-bahan-bakar-fosil-pada-2020

https://ebtke.esdm.go.id/post/2023/01/20/3405/dirjen.ebtke.paparkan.pemenuhan.kebutuhan.listrik.indonesia.melalui.pemanfaatan.ebt

https://ebtke.esdm.go.id/post/2023/07/24/3536/kapasitas.terpasang.ebt.capai.127.gw.ini.gerak.cepat.pemerintah.serap.potensi.ebt

https://m.jpnn.com/news/indonesia-pasang-target-pakai-ebt-23-persen-pada-2025

https://vietnamnet.vn/en/scientists-generate-electricity-from-shrimp-pond-waste-E148590.html

 

Contoh Aksi Pemuda dalam Merawat Bumi, dengan Cara Menanam Mangrove
Contoh Aksi Pemuda dalam Merawat Bumi, dengan Cara Menanam Mangrove (Dokumentasi Pribadi)

“Anak ingusan, anak bau kencur”

Begitulah beberapa stigma yang kerap dilontarkan kepada anak muda. Kalangan generasi penerus bangsa itu sering kali dicap negatif. Padahal tanpa pemuda, kehidupan tak akan lagi berlanjut, termasuk dalam hal merawat bumi.


Pemuda Dominasi Indonesia

Jumlah Pemuda Indonesia yang Cinta Lingkungan

Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2022, penduduk Indonesia mayoritas masuk dalam kategori pemuda. Terdapat sekitar 65,82 juta jiwa atau hampir seperempat (24 persen) warga negara Indonesia (WNI) berusia 16-30 tahun lalu.

Sementara itu, hasil survei KedaiKOPI 14-21 Oktober 2021 menunjukkan bahwa 77,4 persen dari 1.200 anak muda tertarik dengan isu lingkungan hidup. Dari total 1.200 orang itu meliputi 78,2 persen generasi Z (14-24 tahun) dan 76,5 persen generasi Y (25-40 tahun) yang menyatakan minat terhadap topik kelestarian alam.

Dalam survei Jajak Pendapat (JakPat) pada 3 September 2022, 69,8 persen gen Z dan milenial (2.303 orang) mengaku berbelanja dengan membawa kantong belanja sendiri. Selanjutnya, 56,2 persen anak muda lebih memilih produk ramah lingkungan. Kemudian, 46,4 persen responden telah melakukan pengumpulan sampah ke tempat daur ulang.


Sosok Pemuda Pelestari

Pandawara Group
Pandawara Group (Sumber: mediaindonesia.com)

Berbicara soal anak muda Indonesia yang aktif menyuarakan isu lingkungan bukanlah perkara sulit untuk digali. Ada banyak tokoh pelestari yang mungkin sudah akrab di telinga kita, seperti Pandawara Group yang belakangan serius menangani masalah sampah di Tanah Air.

Bahkan lima pemuda itu diganjar dengan beragam penghargaan, seperti Creator of The Year, Environment, dan Rising Star of The Year dari TikTok Awards Indonesia 2023.

Selain Pandawara Group ternyata masih banyak anak muda yang juga giat menjaga alam dengan berbagai macam cara. Hanya saja mereka mungkin kalah pamor dibandingkan tokoh-tokoh lain yang dilabeli sebagai ‘Aktivis Lingkungan’.

Webinar Ecoblogger Squad 2023
Tiga Pemuda Indonesia Peduli Lingkungan dalam Webinar Ecoblogger Squad, Jumat, 20 Oktober 2023

Pertama, ada Jacqualine Wijaya yang bertindak sebagai pejuang pangan. Berbekal pendidikan selama kuliah dan pengalaman di bidang industri makanan, dia berani mendirikan Food Sustainesia. Hal apa yang dilakukannya?

Melalui Eathink Movement, Jacqualine mengajak masyarakat Indonesia untuk lebih peduli terhadap rantai pasokan makanan. Pasalnya, Indonesia meraih peringkat ke-3 sebagai negara penghasil sampah makanan terbesar pada 2023, setelah Amerika Serikat dan Arab Saudi.

Tentu hal itu bukanlah prestasi yang patut dibanggakan. Sebagai masyarakat yang peka terhadap alam sekaligus ekonomi sosial, langkah tepat dalam mengatasi persoalan sisa makanan hanyalah butuh dua kata, yaitu “Ambil Secukupnya”. Ya, hanya perlu bijak dan sadar dengan apa yang ada di atas piring kita.

Kedua, ada Amalya Reza yang bertindak sebagai Manajer Bioenergi di Trend Asia. Bersama tim, dia mengkampanyekan percepatan transformasi penggunaan bionergi, dari sebelumnya bergantung pada energi fosil menjadi ke energi baru dan terbarukan (EBT). 

Apabila ditelisik, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut energi fosil masih menjadi sumber utama bauran energi nasional yang jumlahnya mencapai 87,4 persen. Sedangkan konsumsi EBT yang ‘katanya’ menjadi target serius pemerintah hanya berada di angka 12,6 persen pada 2022. 

Memang perlu diakui bahwa peralihan dari energi fosil menjadi EBT butuh banyak regulasi, aksi nyata, dan waktu yang tak singkat. Meskipun pemerintah sedang menggenjot penggunakan kendaraan listrik (electric vehicle atau EV), tetapi perlu disadari bahwa sumber listrik masih didominasi oleh energi batu bara, yang lagi-lagi tak ramah lingkungan.

Lantas, apa yang bisa dilakukan untuk meminimalisir penggunaan energi fosil? 

“Bijak memakai listrik” bisa menjadi opsi sederhana dalam mengatasi ketergantungan terhadap energi tak ramah lingkungan. Gunakan peralatan elektronik secukupnya alias tidak berlebihan dan mengusahakan bepergian menggunakan kendaraan umum. 

Ketiga, ada Cerli Febri Ramadani sebagai Ketua Sentra Kreatif Lestari Siak (SKELAS).

Mungkin banyak dari kita yang merasa, ekologi tak mampu selaras dengan ekonomi. Namun, pendapat itu bisa ditepis oleh SKELAS. Tak sendiri, Cerli bersama tim yang berisi anak muda dari beragam profesi mencontohkan bagaimana masyarakat dapat menggantungkan hidup sekaligus merawat alam secara bersamaan. 

Melalui SKELAS, mereka mengembangkan aspek promosi produk lokal Siak, Riau tanpa mengesampingkan sisi kelestarian lingkungan. Contoh konkret yang dilakukan mereka adalah menanam nanas di lahan gambut guna mencegah kebakaran hutan, lalu mengolahnya menjadi produk bernilai ekonomis tinggi.


Banyak Cara Menjaga Alam Raya

Aksi Sederhana Menjaga Lingkungan
Aksi Sederhana Menjaga Lingkungan

Dari kisah-kisah itu, dapat disimpulkan bahwa ada banyak cara dalam merawat lingkungan. Tak harus berkotor-kotor ria dengan terjun bergumul sampah, tak perlu basah-basah di tengah hamparan lumpur. Cukup sadari dan beraksi sesuai kapasitas diri.

Berikut beberapa aksi sederhana yang bisa dilakukan sebagai wujud cinta lingkungan.

-       Berdonasi untuk kegiatan rehabilitasi hutan atau transplantasi karang.

-       Selalu membuang sampah di tempatnya.

-  Memperkaya ilmu dengan pengetahuan terkait pemanasan global (global warming) dan perubahan iklim (climate change).

-       Selalu menghabiskan isi piring kita.

-       Menyuarakan isu lingkungan melalui tulisan atau media sosial. 

#EcoBloggerSquad 

Sumber:

https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/09/16/survei-banyak-anak-muda-semakin-peduli-terhadap-lingkungan

https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/10/29/survei-mayoritas-anak-muda-indonesia-peduli-isu-lingkungan-hidup

https://finance.detik.com/energi/d-6475412/esdm-ungkap-konsumsi-energi-fosil-masih-dominan-ebt-masih-jauh-dari-target

https://indonesiabaik.id/infografis/pemuda-dominasi-penduduk-indonesia

Polusi Udara Jakarta
Monas terlihat samar akibat polusi udara di Jakarta, 11 Agustus 2023 (Sumber: TEMPO)

“Kukira embun, ternyata jerebu (asap)”, tulis seseorang di akun media sosial. 

Kabar tentang polusi udara di DKI Jakarta sedang ramai berembus. Teriakan-teriakan warga ibu kota semakin memekik usai situs IQAir merilis Indeks Kualitas Udara (AQI) kota metropolitan itu yang terburuk sedunia pada Jumat, 11 Agustus 2023 pukul 06.00 WIB. Bahkan, sejumlah media massa tak ragu menyebutnya sebagai daerah paling beracun di bumi. 

Beberapa orang yang pertama kali ke Jakarta mungkin merasa heran, bagaimana warga setempat mampu hidup berdampingan dengan udara berselimut asap? Semua mata pun tertuju pada daerah yang sebentar lagi melepas gelar ibu kota itu, karena digantikan oleh Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Tidak sedikit yang merasa iba, banyak pula yang mengkritisi kebijakan pemerintah daerah.


Daerah Pinggiran Sering Terlupakan

Polusi Udara Akibat Karhutla
Polusi Udara Akibat Karhutla (Sumber: UNJ)

Tak hanya Jakarta, ternyata masih ada sejumlah daerah di Indonesia yang lebih dahulu terpaksa hidup dengan udara tak sehat. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Direktorat Pengendalian Pencemaran Udara (Ditppu), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melaporkan, kualitas udara di Jambi, Palembang, Pekanbaru, Pontianak, serta Palangkaraya dalam kategori “Sangat Tidak Sehat” pada 2019 akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Dikutip dari kompas.id, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kepulauan Riau (Kepri) Muhammad Hasbi, Selasa, 9 Mei 2023 menyatakan, Kabupaten Bintan dan Kabupaten Natuna merupakan dua daerah paling rawan karhutla. Dalam empat bulan terakhir, kobaran api telah menghanguskan lebih dari 100 hektar lahan di Kabupaten Bintan.

Data Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kepri menyebutkan, setidaknya 46 persen kawasan hutan di Kepri telah diokupansi (menjadi hunian). “Fenomena keterancaman hutan sudah status mengkhawatirkan, pelaku mulai dari masyarakat dan perusahaan secara legal serta ilegal, termasuk pemerintah,” kata Kepala Ombudsman Perwakilan Kepri Lagat Parroha Patar Siadari, dilansir dari ombudsman.go.id.

Peta Provinsi Rawan Karhutla 2023
Peta Provinsi Rawan Karhutla 2023

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letnan Jenderal TNI Suharyanto menyatakan enam provinsi masuk dalam prioritas penanganan karhutla menjelang musim kemarau kering. Enam provinsi tersebut terdiri dari tiga di Sumatra dan tiga lagi di Kalimantan.

“Jadi, ada enam provinsi prioritas, ada tiga di Sumatera: Riau, Jambi, dan Sumatera Selatan. Kemudian tiga di Kalimantan, yaitu Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan,” ucap Suharyanto di Gedung BNPB, Jakarta, Rabu, 25 Januari 2023, dikutip dari cnnindonesia.com.


Gambut yang Luput (dari Perhatian)

Lahan Gambut
Lahan Gambut (Sumber: EcoNusa) 

Pojok Iklim KLHK melaporkan, karhutla pada 2015 sebagian besar terjadi pada ekosistem gambut. Menurut pantaugambut.id, kebakaran di lahan gambut pada umumnya diakibatkan oleh kegiatan manusia dan didukung oleh peristiwa alam, seperti El Nino. Sehingga kemarau berlangsung berkepanjangan dan ditambah oleh kondisi fisik gambut yang sudah mengalami degradasi.

Sebanyak 2,6 juta hektare hutan gambut di 32 provinsi lenyap pada 2015. Jumlah emisi setara karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan mencapai 1,1 gigaton. Akibatnya, kabut asap terjadi di hampir 80 persen wilayah Indonesia. Bahkan negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam harus menanggung akibatnya.

Terdapat 28 juta jiwa terdampak, 19 orang kehilangan nyawa, dan hampir 500 ribu orang mengalami gangguan sistem pernapasan atau infeksi saluran pernapasan atas (ISPA). Tak hanya itu, kesehatan kulit dan mata juga terserang akibat asap hasil kebakaran gambut yang mengandung karbon dioksida, sianida, dan amonium.

Air Gambut
Air Gambut Berwarna Keruh dan Kemerahan (Sumber: riau.go.id)

Gambut mungkin kalah populer apabila dibandingkan dengan hutan hujan tropis maupun mangrove. Tak sedikit pula yang menyangsikan manfaat dari ekosistem gambut. Unggahan di media sosial yang menunjukkan kondisi air keruh berwarna merah dari gambut semakin membuatnya terpinggirkan. 

Program transmigrasi yang digalakkan pemerintah guna mengolah lahan gambut pun tak jarang menemui kegagalan. Hal itu terbukti dari Proyek Lahan Gambut (PLG) Sejuta Hektar yang diselenggarakan di Kalimantan Tengah di era mantan Presiden Soeharto pada 1996 dinilai gagal. 

Sebagaimana publikasi Tempo, Staf Ahli Menteri Percepatan Pembangunan Wilayah Timur Rosyid M di Palangkaraya, Rabu, 8 Oktober 2003 menjelaskan, pelaksanaan proyek lahan gambut tidak berhasil sejak perencanaan hingga tahap pemberdayaan lahan.

 

Gambut Simpan Segudang Manfaat

Manfaat Gambut
Ilustrasi Manfaat Gambut

Meski bukan prioritas, ekosistem gambut memiliki banyak manfaat, baik dari sisi ekologi maupun ekonomi.  Apa sajakah itu?

 

1.   Kurangi Dampak Bencana Banjir dan Kemarau

Lahan gambut mempunyai kemampuan menyerap air yang sangat tinggi layaknya tandon air. Gambut mampu menampung air hingga 450-850 persen dari bobot keringnya.


2.   Menunjang Perekonomian

Beberapa jenis tanaman yang mudah ditemui di ekosistem gambut, antara lain pulai, kayu hitam sulawesi, getah sundi, jambuan, pala, geronggang, dan durian. Selain itu, hutan gambut di Kalimantan menjadi rumah bagi ramin, kayu untuk pembuatan furnitur.


3.   Habitat Flora dan Fauna

Gambut menjadi rumah untuk perlindungan keanekaragaman hayati. Beberapa jenis satwa yang umum ditemui, yaitu orangutan, macan dahan Kalimantan, lutung merah, bangau hutan rawa, beruang madu, tapir, macan sumatera, angsa sayap putih, lutung kelabu, hingga ikan air tawar terkecil di dunia (Paedocypris progenetica).


4.   Mitigasi Perubahan Iklim (Climate Change)

Gambut dapat menyerap (sequester) dan menyimpan (sink) cadangan karbon dua kali lebih banyak daripada hutan yang ada di seluruh dunia.  Lahan gambut di Indonesia diperkirakan menyerap 57 gigaton karbon atau 20 kali lipat karbon tanah mineral biasa.

Mengingat betapa pentingnya gambut secara lingkungan dan ekonomi. Maka, mari #BersamaBergerakBerdaya Indonesia Merdeka dari Kebakaran Hutan dan Lahan.

#EcoBloggerSquad

Sumber:

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230125202307-20-904890/6-provinsi-terancam-karhutla-jelang-musim-kemarau-2023

https://ditppu.menlhk.go.id/portal/read/kondisi-kualitas-udara-di-beberapa-kota-besar-tahun-2019

https://www.kompas.id/baca/nusantara/2023/05/09/dua-kabupaten-di-kepri-rawan-kebakaran-hutan-dan-lahan

https://ombudsman.go.id/artikel/r/pwkmedia--konsinyering-ombudsman-bahas-tergerusnya-kawasan-hutan-di-kepulauan-riau

https://nasional.tempo.co/read/20664/proyek-lahan-gambut-sejuta-hektar-gagal

https://pantaugambut.id/pelajari/penyebab

http://pojokiklim.menlhk.go.id/read/mari-kita-cegah-kebakaran-hutan-dan-lahan

 


 

Organisasi Sahabat Alam Indonesia Berbagi Pengalaman tentang Merawat Lingkungan
Organisasi Sahabat Alam Indonesia Berbagi Pengalaman tentang Merawat Lingkungan (Dokumentasi Pribadi)

“Kalian beruntung, tapi tidak beruntung”, ucap pria berjenggot tipis, berkaos hijau.

Ia adalah seorang pejuang lingkungan, anggota yayasan Sahabat Alam Indonesia. Ia tanpa ragu menyebut kami, kumpulan mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi di Malang sebagai kelompok manusia yang beruntung. Kami bertransformasi, dari remaja berstatus siswa menjadi dewasa dengan embel-embel kata ‘maha’. 

Ia mengatakan bahwa kami patut berbangga karena merasakan bangku pendidikan hingga ke tingkat tinggi. Namun, ia mempertanyakan, setelah lulus, apa yang akan kami berikan kepada alam?

Bukan tanpa alasan ia dengan tegas melontarkan kalimat itu, karena ada seorang warga dari Kabupaten Malang yang hanya tamatan SD, tetapi ia dengan teguh menjaga alam. Dia bernama Sutari, atau akrab disapa Sutar. 


Pak Sutar, Sang Penyelamat Penyu

Pak Sutar, Sang Penyelamat Penyu
Pak Sutar, Sang Penyelamat Penyu (Instagram @bstc_malang)

Baru pertama kali kami bertemu, tapi rasa kagum tak bisa terbendung. Ia mengakui dulunya sebagai penikmat daging dan telur penyu. Namun kini memilih untuk merawat dan menjaga tukik-tukik (anakan penyu) tanpa pamrih dan tiada rasa ragu. Baginya, berkat penyesalan, ia memutuskan berubah haluan menjadi pejuang alam. 

“Saya hanya lulus SD”, kata Sutar.

Ya, dia tak malu dengan status pendidikan. Justru ia patut berbangga lantaran berhasil berbagi ilmu dan pengalaman di depan orang-orang yang katanya berpendidikan. Tak hanya mahasiswa, ia pun kerap diminta hadir di antara kelompok orang yang menyebut dirinya sebagai aktivis, akademisi, hingga pemangku kebijakan. 

Darinya kami belajar, bukan hanya tentang tata cara konservasi penyu dan tetek bengeknya. Namun, kepedulian dan kecintaannya terhadap alam membuat kami tergugah. Lantas apa yang bisa kami, anak muda lakukan untuk lingkungan? 


Anak Muda, Generasi Penerus ‘Alam’

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan melalui Sensus Penduduk 2020, bahwa Generasi Z (Gen Z) dengan rentang waktu lahir dari 1997 sampai 2012 menjadi kelompok penduduk paling banyak di Indonesia, yaitu 27,94 persen. Artinya, kami sebagai golongan manusia yang kerap disebut sebagai ‘anak bau kencur’, akan menggantikan senior-senior di berbagai lini kehidupan.

Hasil survei KedaiKOPI pada 2021 menunjukkan bahwa mayoritas anak muda menaruh perhatian lebih terhadap isu lingkungan. 77,4 persen Gen Z sangat tertarik dengan ilmu lingkungan, perubahan iklim, dan permasalahan alam lainnya. Bahkan 81,1 persen dari 1.200 responden berusia 14-24 tahun menilai climate change akan semakin memburuk di masa depan.

Dengan adanya kepekaan dan intuisi lebih terhadap alam, diikuti oleh aksi nyata, maka bukan tidak mungkin alam akan memulih. Tak perlu terjun langsung, masuk ke hutan apalagi memutuskan hengkang dari perkotaan. Cukup lakukan hal-hal sederhana dan konsisten demi mewujudkan perubahan.

Menjaga Alam dari Perkotaan

Aksi Sederhana Anak Muda untuk Alam
Aksi Sederhana Anak Muda untuk Alam (Diolah dari Canva)

Berdasarkan data BPS 2020, sebanyak 56,7 persen penduduk Indonesia memilih untuk bertempat tinggal di perkotaan. Sejalan dengan hal itu, Bank Dunia (World Bank) memperkirakan 220 juta orang atau setara 70 persen populasi akan bermukim di wilayah metropolitan. Ada beragam alasan yang mendasari, seperti fasilitas memadai, kemudahan akses, hingga luasnya lapangan pekerjaan.

Sementara itu, hanya 48,8 juta orang yang bertahan hidup di kawasan hutan. Tak bisa dipungkiri bahwa kebutuhan mendesak dan perkembangan teknologi memaksa manusia untuk bermigrasi ke perkotaan (urbanisasi).

Imbasnya, berbagai permasalahan lingkungan terus mengancam masyarakat perkotaan. Misalnya saja, kekurangan sumber air, tumpukan sampah, minimnya lahan hijau akibat alih fungsi menjadi pemukiman, hingga polusi udara. Mengacu data IQAir pada Rabu, 31 Mei 2023 pukul 07:00 WIB, Jakarta berada di posisi kedua setelah Tangerang Selatan dengan indeks udara paling buruk sedunia.

Maka dari itu, upaya kecil dari komunitas urban sangatlah diperlukan untuk menyelamatkan bumi, seperti:

-       Menghapus surat elektronik (email) yang tidak terpakai.

-       Menggunakan transportasi umum saat berangkat dan pulang kerja.

-       Hemat penggunaan AC, kipas angin, lampu, atau energi lain ketika di kantor.

-       Menghabiskan jatah makan siang atau bekal yang dibawa.

-   Membawa kemasan sendiri saat membeli kopi atau minuman kekinian pencegah kantuk di kantor.

Mumpung belum terlambat, yuk bikin perubahan. Satu aksi kebaikan, akan bermanfaat untuk lingkungan.

#EcoBloggerSquad

Postingan Lama Beranda

Kasih Jajan

Diberdayakan oleh Blogger

Copyright © inimelynda. Designed by OddThemes