Benarkah Perempuan Suka Menjatuhkan Sesamanya? Awas Internalized Misogyny

Ilustrasi Internalized Misogyny
Ilustrasi Internalized Misogyny (Sumber: www.pexels.com)

 Perasaan, gak ada cantik-cantiknya”

“Apa cuma gue yang nganggep dia biasa aja?

Kak, jangan pakai baju seksi, sekadar mengingatkan


Halo Changemakers!

Kalian sering banget gak sih ketemu kalimat di atas ketika ada perempuan yang sedang upload fotonya di media sosial? Dan yang bikin heran lagi, biasanya yang komen begitu malah dari sesama perempuan. Bukannya mendukung sesama perempuan untuk mencintai diri sendiri, para perempuan jenis ini justru menyerang dan berbuntut pada body shamming. Nah, fenomena ini lagi booming banget, namanya internalized misogyny.


Apa Itu Internalized Misogyny?

Internalized misogyny ini bagian dari seksisme (prasangka terhadap gender) dan patriarkisme (menempatkan pria di posisi puncak). Biasanya seseorang yang merasa terancam dengan eksistensi orang lain akan meremehkan orang tersebut. Istilah ‘internalized misogyny’ memang sedikit asing dan sulit diucapkan, tetapi peristiwa ini seringkali terjadi walaupun tidak kita sadari.

Internalized misogyny berakar dari budaya patriarki yang masih dijunjung tinggi. Alhasil para perempuan golongan ini tanpa henti ingin berkompetisi dengan sesamanya dalam konotasi negatif. Penganut internalized misogyny akan menganggap orang lain seperti musuh dalam selimut. Ia akan berusaha saling mengawasi bahkan ingin mengalahkan. Bentuk dari internalized misogyny nggak hanya tindakan diskriminasi berupa cemoohan. Bahkan bisa lebih jauh dari itu loh, yaitu bullying (perundungan) dan pelabelan atau ‘cap’ buruk terhadap nilai perempuan. 


Bagaimana Ciri-ciri Internalized Misogyny?

Infografis Internalized Misogyny
Infografis Internalized Misogyny (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Selain kalimat-kalimat di awal artikel ini, yang cenderung menjatuhkan. Biasanya internalized misogyny terlihat membandingkan diri-sendiri dengan orang lain. Pada umumnya, kalimat seperti “apa cuma gue …” yang cukup akrab di telinga, seringkali digunakan. Mungkin kalau istilah gaul anak muda untuk fenomena ini adalah ‘julid’. Misalnya, ketika si A melihat teman kuliahnya, si B terlihat lebih cantik karena ahli menggunakan make up. Jadi, si A biasanya akan mengungkapkan kalimat seperti “apa cuma gue yang kalau ke kampus, pakai bedak bayi doang?”. Kalimat ini dilontarkan untuk menyindir si B karena merasa tersaingi.

Di kehidupan sehari-hari, internalized misogyny tidak hanya dialami sesama perempuan yang seumuran loh. Internalized misogyny juga bisa menyerang orang tua kepada orang lebih muda. Contohnya perilaku mertua ‘jahat’ yang kerap memprotes tindakan sang menantu. Seperti dituntut menjadi ibu rumah tangga supaya hanya mengabdi kepada suami, gak perlu sekolah tinggi-tinggi kalau pada akhirnya cuma 3M (merias diri, memasak, melahirkan), serta masih banyak lagi yang lainnya.

Dan yang lebih ironis lagi, ketika ada seorang perempuan yang berani mengungkapkan pengalaman mengalami pelecehan seksual maupun pemerkosaan. Penderita internalized misogyny justru akan menyalahkan pihak perempuan yang menjadi korban seolah-olah sebagai penyebab utama terjadinya tindakan bejat itu. Mereka akan melontarkan kalimat  seperti, “makanya jangan pakai baju terbuka” atau “salah sendiri, ngapain keluar malam-malam? cewek gak bener sih”.

Bentuk-bentuk internalized misogyny meliputi banyak hal, diantaranya:

-       Meremehkan fisik dan penampilan (body shaming).

-       Memandang perempuan lain sebagai saingan.

-       Menghalangi perempuan lain dalam mewujudkan mimpi.

-       Membuat standar agar mengutamakan laki-laki.

-       Membenarkan tindakan pelecehan.


Apakah Internalized Misogyny Hanya Terjadi Pada Perempuan?

Sebentar-sebentar, kok dari tadi hanya menyebut kata ‘perempuan’, apakah internalized misogyny hanya dimiliki wanita? Nggak kok, internalized misogyny bisa juga dialami kaum adam. Namun fakta di lapangan, lebih banyak diidap kaum perempuan. Kenapa kok internalized misogyny ini lebih mudah dijumpai pada perempuan? Karena ada sistem patriarki yang udah berabad-abad lamanya membentuk konsep bahwa perempuan itu gak boleh ‘berprestasi’. Jadi para perempuan ini akan merasa ketar-ketir kalau sampai ada perempuan lain bisa menyaingi dirinya.


Dalam budaya patriarki, perempuan diproyeksikan sebagai golongan orang lemah, emosional, dan terbelakang. Karena stereotip inilah, perempuan penganut patriarki juga akan menilai perempuan lain ‘sebagaimana mestinya’. Perasaan rendah diri (inferioritas) ini yang membuat perempuan melegalkan tindakan saling menyerang dan merendahkan untuk merasa lebih berharga. Selain itu, peristiwa buruk di masa lalu yang membekas hingga menimbulkan trauma dituding sebagai penyebab munculnya internalized misogyny juga.


Apa yang Harus Dilakukan Agar Terhindar dari Internalized Misogyny?

Menghindari internalized misogyny tergolong gampang gampang susah. Kenapa? Karena ucapan yang keluar dari mulut terkadang tidak kita sadari bisa menyakiti perasaan orang lain. Tetapi, bukan berarti mustahil untuk terhindar dari internalized misogyny. Lantas bagaimana caranya?


#1 Introspeksi

Para pelaku internalized misogyny biasanya merasa dirinya paling benar. Ucapan “sekadar mengingatkan” dibarengi dengan ceramah-ceramah yang cenderung menjatuhkan kerap terdengar. Padahal sesungguhnya, tidak semua orang mau menerima saran dari kita. Jadi, lebih baik bersikap terbuka dengan pilihan hidup dan pemikiran orang lain. Hargai cara orang lain mengekspresikan diri asalkan tidak merugikan diri kita.


#2 Percaya Diri

Loh, kok percaya diri? Bukankah pelaku internalized misogyny justru over percaya diri hingga berani menjatuhkan orang lain? Tidak, justru kebalikannya! Orang yang melanggengkan internalized misogyny malah merasa kurang dengan apa yang dimiliki saat ini. Entah itu merasa kondisi fisik tidak memenuhi standar kecantikan, tidak memiliki segudang prestasi di sekolah, dan semacamnya. Hingga pada akhirnya, mereka ingin menghancurkan harga diri seseorang yang lebih baik darinya.


#3 Setiap Orang Itu Istimewa

Perkataan “apa cuma gue” seperti di atas menunjukkan bahwa seseorang merasa dirinya satu-satunya orang yang spesial. Padahal setiap manusia ciptaan Tuhan memiliki keistimewaannya masing-masing. Oleh karena itu, daripada membandingkan, lebih baik menghargai. Dan seharusnya sesama perempuan saling menguatkan dan membantu.


Nah, agar tidak terlibat dengan internalized misogyny, mencintai diri sendiri (self love) itu sangatlah penting. Maka dari itu, @stop.bodyshamming.id mengajak kita semua untuk menunjukkan aksi nyata melalui #SelfLoveAdventure. Kegiatan ini bisa dilakukan dari rumah dan tidak mengeluarkan uang sepeserpun loh. Apalagi di masa pandemi saat ini, setiap orang harus saling peduli.

Campaign Self Love Adventure
Campaign #SelfLoveAdventure

Cukup dukung kampanye di https://www.campaign.com/SelfLoveAdventure dan download aplikasi Campaign #ForChange yang tersedia di Play Store maupun App Store. Atau kalian juga bisa donasi, nantinya hasil donasi tersebut dipergunakan untuk kegiatan memberdayakan perempuan dan mendukung kesetaraan gender. Mari menyebarkan pesan positif kepada sesama!

Gasss, jangan sampai ketinggalan, buruan ikutan challenge-nya!


Referensi:

http://etd.repository.ugm.ac.id/penelitian/detail/198234

https://get-kalm.com/id/2021/08/25/misogyny/

http://simply.chataja.co.id/index.php/2021/05/11/internalized-misogyny-jadi-jembatan-beracun-di-antara-para-perempuan/

https://voxpop.id/kelihatannya-sepele-tapi-tanpa-sadar-kita-jadi-misoginis-cek-ya/

#BantuSesamaTanpaKeluarUang #SemuaBisaJadiChangemakers



0 komentar