Contoh Aksi Pemuda dalam Merawat Bumi, dengan Cara Menanam Mangrove (Dokumentasi Pribadi) |
“Anak ingusan, anak bau kencur”
Begitulah beberapa stigma yang kerap dilontarkan kepada anak muda. Kalangan generasi penerus bangsa itu sering kali dicap negatif. Padahal tanpa pemuda, kehidupan tak akan lagi berlanjut, termasuk dalam hal merawat bumi.
Pemuda
Dominasi Indonesia
Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2022, penduduk Indonesia mayoritas masuk dalam kategori pemuda. Terdapat sekitar 65,82 juta jiwa atau hampir seperempat (24 persen) warga negara Indonesia (WNI) berusia 16-30 tahun lalu.
Sementara itu, hasil survei KedaiKOPI 14-21 Oktober 2021 menunjukkan bahwa 77,4 persen dari 1.200 anak muda tertarik dengan isu lingkungan hidup. Dari total 1.200 orang itu meliputi 78,2 persen generasi Z (14-24 tahun) dan 76,5 persen generasi Y (25-40 tahun) yang menyatakan minat terhadap topik kelestarian alam.
Dalam survei Jajak Pendapat (JakPat) pada 3 September 2022, 69,8 persen gen Z dan milenial (2.303 orang) mengaku berbelanja dengan membawa kantong belanja sendiri. Selanjutnya, 56,2 persen anak muda lebih memilih produk ramah lingkungan. Kemudian, 46,4 persen responden telah melakukan pengumpulan sampah ke tempat daur ulang.
Sosok Pemuda
Pelestari
Berbicara soal anak muda Indonesia yang aktif menyuarakan isu lingkungan bukanlah perkara sulit untuk digali. Ada banyak tokoh pelestari yang mungkin sudah akrab di telinga kita, seperti Pandawara Group yang belakangan serius menangani masalah sampah di Tanah Air.
Bahkan lima pemuda itu diganjar dengan beragam penghargaan, seperti Creator of The Year, Environment, dan Rising Star of The Year dari TikTok Awards Indonesia 2023.
Selain Pandawara Group ternyata masih banyak anak muda yang juga giat menjaga
alam dengan berbagai macam cara. Hanya saja mereka mungkin kalah pamor
dibandingkan tokoh-tokoh lain yang dilabeli sebagai ‘Aktivis Lingkungan’.
Tiga Pemuda Indonesia Peduli Lingkungan dalam Webinar Ecoblogger Squad, Jumat, 20 Oktober 2023 |
Pertama, ada Jacqualine Wijaya yang bertindak sebagai pejuang pangan. Berbekal pendidikan selama kuliah dan pengalaman di bidang industri makanan, dia berani mendirikan Food Sustainesia. Hal apa yang dilakukannya?
Melalui Eathink Movement, Jacqualine mengajak masyarakat Indonesia untuk lebih peduli terhadap rantai pasokan makanan. Pasalnya, Indonesia meraih peringkat ke-3 sebagai negara penghasil sampah makanan terbesar pada 2023, setelah Amerika Serikat dan Arab Saudi.
Tentu hal itu bukanlah prestasi yang patut dibanggakan. Sebagai masyarakat yang peka terhadap alam sekaligus ekonomi sosial, langkah tepat dalam mengatasi persoalan sisa makanan hanyalah butuh dua kata, yaitu “Ambil Secukupnya”. Ya, hanya perlu bijak dan sadar dengan apa yang ada di atas piring kita.
Kedua, ada Amalya Reza yang bertindak sebagai Manajer Bioenergi di Trend Asia. Bersama tim, dia mengkampanyekan percepatan transformasi penggunaan bionergi, dari sebelumnya bergantung pada energi fosil menjadi ke energi baru dan terbarukan (EBT).
Apabila ditelisik, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut energi fosil masih menjadi sumber utama bauran energi nasional yang jumlahnya mencapai 87,4 persen. Sedangkan konsumsi EBT yang ‘katanya’ menjadi target serius pemerintah hanya berada di angka 12,6 persen pada 2022.
Memang perlu diakui bahwa peralihan dari energi fosil menjadi EBT butuh banyak regulasi, aksi nyata, dan waktu yang tak singkat. Meskipun pemerintah sedang menggenjot penggunakan kendaraan listrik (electric vehicle atau EV), tetapi perlu disadari bahwa sumber listrik masih didominasi oleh energi batu bara, yang lagi-lagi tak ramah lingkungan.
Lantas, apa yang bisa dilakukan untuk meminimalisir penggunaan energi fosil?
“Bijak memakai listrik” bisa menjadi opsi sederhana dalam mengatasi ketergantungan terhadap energi tak ramah lingkungan. Gunakan peralatan elektronik secukupnya alias tidak berlebihan dan mengusahakan bepergian menggunakan kendaraan umum.
Ketiga, ada Cerli Febri Ramadani sebagai Ketua Sentra Kreatif Lestari Siak (SKELAS).
Mungkin banyak dari kita yang merasa, ekologi tak mampu selaras dengan ekonomi. Namun, pendapat itu bisa ditepis oleh SKELAS. Tak sendiri, Cerli bersama tim yang berisi anak muda dari beragam profesi mencontohkan bagaimana masyarakat dapat menggantungkan hidup sekaligus merawat alam secara bersamaan.
Melalui SKELAS, mereka mengembangkan aspek promosi produk lokal Siak,
Riau tanpa mengesampingkan sisi kelestarian lingkungan. Contoh konkret yang
dilakukan mereka adalah menanam nanas di lahan gambut guna mencegah kebakaran hutan,
lalu mengolahnya menjadi produk bernilai ekonomis tinggi.
Banyak Cara
Menjaga Alam Raya
Aksi Sederhana Menjaga Lingkungan |
Dari kisah-kisah itu, dapat disimpulkan bahwa ada banyak cara dalam merawat lingkungan. Tak harus berkotor-kotor ria dengan terjun bergumul sampah, tak perlu basah-basah di tengah hamparan lumpur. Cukup sadari dan beraksi sesuai kapasitas diri.
Berikut beberapa aksi sederhana yang bisa dilakukan sebagai wujud cinta
lingkungan.
- Berdonasi untuk kegiatan
rehabilitasi hutan atau transplantasi karang.
- Selalu membuang sampah
di tempatnya.
- Memperkaya ilmu dengan
pengetahuan terkait pemanasan global (global
warming) dan perubahan iklim (climate
change).
- Selalu menghabiskan isi
piring kita.
- Menyuarakan isu lingkungan melalui tulisan atau media sosial.
#EcoBloggerSquad
Sumber:
https://indonesiabaik.id/infografis/pemuda-dominasi-penduduk-indonesia
0 komentar