Dari Perintah Suara ke Catatan Medis: Membedah AI Virtual Scribe untuk Efisiensi Layanan Kesehatan
“Dokter menghabiskan lebih banyak waktu dengan komputer daripada dengan pasien.”
Ini bukan sekadar ungkapan populer, tetapi sebuah realitas di kalangan tenaga kesehatan. Menurut sebuah studi di Amerika Serikat (AS) pada 2018, yang dikutip dari Reuters, dokter memanfaatkan waktu hingga 16 menit, hanya untuk menggunakan rekam medis elektronik (RME) per pasien. Fakta ini menjadi salah satu pemicu kurang optimalnya layanan klinis dan mendorong krisis kesehatan mental bagi profesional medis.
Di Indonesia, studi terbaru yang diselenggarakan oleh para peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) pada 2020, yang dilihat dari laman CNN Indonesia, menunjukkan bahwa 83 persen dokter dan tenaga kesehatan lainnya mengalami burnout syndrome sedang hingga berat akibat beban kerja tinggi. Kondisi ini ditandai dengan adanya kelelahan emosional, kehilangan emosi, dan berkurangnya kepercayaan diri.
Bayangkan, mengacu pada Annals of International Medicine (ACP) pada 2016, setiap dokter menghabiskan hampir dua jam tambahan untuk mengerjakan RME dan tugas administrasi lainnya di klinik atau rumah sakit tempat bekerja. Alokasi waktu satu hingga dua jam ini di luar jam kerja setiap harinya.
Waktu yang habis untuk mencatat atau mengetik dan meng-klik tetikus (mouse) bukan hanya merugikan dokter secara pribadi, tetapi juga mengorbankan kualitas interaksi dan diagnosis dengan pasien. Konsultasi terpaksa menjadi terpecah, perhatian dokter terbagi, dan empati terasa berkurang, lantaran fokusnya yang terpisah antara mendengarkan keluhan manusia dan mencatatnya sebagai rekam medis.
Lantas, bagaimana jika waktu singkat
berharga ini dimanfaatkan sepenuhnya untuk interaksi yang lebih baik dengan
pasien?
AI virtual scribe merupakan sistem kecerdasan buatan (artificial intelligence) yang mampu mengubah beban administrasi menjadi efisiensi catatan medis. Sistem ini jauh lebih canggih daripada sekadar aplikasi suara ke teks (voice-to-text) biasa yang terpasang di perangkat gawai (gadget). Teknologi ini dirancang untuk memahami bahasa ilmiah yang kompleks dan menghasilkan dokumen yang memiliki nilai legalitas.
Proses kerja AI virtual scribe meliputi tiga hal sebagai berikut:
1. Pendengaran Ambien (Ambient Listening)
dan Penangkap Suara
AI virtual scribe beroperasi di perangkat dengan hampir tidak terlihat dan tidak mengganggu. Sistem ini menggunakan mikrofon untuk merekam dan menangkap seluruh interaksi antara dokter dan pasien. Kunci utamanya ialah menyaring suara latar dan berkonsentrasi pada dialog klinis, termasuk membedakan suara dokter dengan pasien.
2. Automatic Speech Recognition (ASR)
Lanjutan
Gelombang suara yang diterima lalu diolah oleh mesin ASR yang dilatih secara khusus dengan “perpustakaan medis” raksasa yang berisi informasi kesehatan. Ini memungkinkannya untuk mengenal istilah-istilah kesehatan yang rumit, metode pengobatan, singkatan klinis, hingga nama obat dengan tingkat akurasi jauh lebih baik daripada AI virtual scribe biasa.
3. Natural Language Processing (NLP)
dan Large Language Models (LLM)
Ini tahap kritis, di mana teks mentah hasil transkripsi ditransfer kepada algoritma NLP yang canggih, sering kali juga didukung oleh LLM yang mutakhir. Prosesnya meliputi:
A. Pemahaman Konteks
NLP akan memproses teks untuk memahami topik percakapan antara dokter dan pasien. NLP mengidentifikasi apa yang merupakan keluhan utama (subjective), apa yang menjadi temuan pemeriksaan (objective), apa yang merupakan diagnosis (assessment), dan apa yang menjadi rencana tindakan pengobatan (plan).
B. Penyusunan Format Standar
Setelah data berhasil diidentifikasi, AI secara otomatis menyusun semua informasi ke dalam format SOAP (subjective, objective, assessment, dan plan) yang terstruktur.
C. Integrasi ke RME
Catatan yang sudah berhasil disusun lalu diunggah atau disiapkan untuk disalin-tempel (copy-paste) ke dalam sistem RME yang digunakan klinik atau rumah sakit.
Serangkaian proses ini, sejak ucapan
dokter hingga terbentuk rekam medis rapi, terjadi hanya dalam hitungan detik.
Selanjutnya, dokter hanya perlu meninjau catatan yang dihasilkan sistem AI
virtual scribe dan memberikan persetujuan akhir.
GiniDok merupakan solusi rekam medis otomatis dengan AI lokal yang dibangun secara spesifik untuk lingkungan klinis Indonesia. GiniDok mampu mengubah suara menjadi rekam medis berformat SOAP, yang berisi data anamnesis, pemeriksaan fisik, diagnosis ICD-10 (daftar klasifikasi medis yang dirilis WHO), hingga rencana pengobatan.
1. Fokus Lokal
GiniDok dilatih dengan data dan bahasa yang lebih familiar dengan aksen, intonasi, istilah, dan singkatan medis yang umum digunakan di berbagai daerah di Indonesia. Hal ini akan menjamin tingkat akurasi transkripsi yang lebih tinggi di lingkungan klinis Nusantara, daripada aplikasi AI virtual scribe versi global.
2. Kesesuaian Standar
GiniDok memastikan catatan medis yang dihasilkan selalu terstruktur dalam format SOAP dan mematuhi standar yang berlaku di Indonesia. Hal ini termasuk proses integrasi yang mulus dengan sistem RME yang digunakan dan tersedia pada eHealth.co.id.
Mudah Digunakan
Dokter hanya perlu mengaktifkan aplikasi
GiniDok ketika menjalankan proses konsultasi dengan pasien. Proses dokumentasi
yang dulu membebani, kini menjadi otomatis dan berjalan tanpa hambatan,
sehingga proses interaksi dengan pasien lebih berjalan “manusiawi” dan tidak
memakan banyak waktu untuk hal-hal yang seharusnya tidak perlu.
Kehadiran GiniDok bukan sekadar penambahan fitur teknologi, melainkan perubahan cara dokter dalam berjibaku dengan tugas administrasi. Dampaknya terhadap efisiensi layanan kesehatan dapat terukur melalui:
1. Waktu Kembali, Burnout Pulih
Manfaat paling signifikan dari adanya GiniDok adalah pemulihan waktu bagi tenaga medis. Dokter yang secara rutin menghabiskan sekitar 16 menit per pasien untuk dokumentasi manual, kini hanya memerlukan 1-2 menit untuk meninjau dan mengoreksi catatan yang dihasilkan oleh AI virtual scribe.
2. Interaksi dengan Pasien yang Lebih Humanis
Dengan AI yang mengambil alih tugas mencatat, dokter dapat sepenuhnya meletakkan perhatian kepada pasien. Selama konsultasi, dokter dapat mempertahankan kontak mata, mendengarkan secara seksama, membaca bahasa tubuh pasien tanpa terdistraksi gawai, hingga memberikan diagnosis yang lebih empatik.
3. Mutu dan Konsistensi Rekam Medis yang
Terjamin
GiniDok menghilangkan variasi gaya penulisan antar-dokter yang sering kali menimbulkan kerancuan. Catatan yang dihasilkan akan selalu rapi, lengkap, dan terstruktur sesuai dengan standar SOAP. Hal ini tentu meminimalisir risiko human error, seperti kesalahan ketik, data tidak lengkap, hingga informasi hilang.
4. Efisiensi Menghadapi Regulasi
Dengan hadirnya GiniDok, proses audit klinis dan klaim asuransi kesehatan dapat dilakukan dengan efisien. Pasalnya, AI virtual scribe bertindak sebagai akselerator yang memastikan data RME selalu lengkap dan sesuai standar, sehingga mempermudah kepatuhan fasilitas kesehatan terhadap regulasi di Indonesia.
GiniDok bukan didesain untuk menggantikan peran dokter, justru sebaliknya, yaitu hadir sebagai asisten cerdas. Teknologi ini dapat melepaskan dokter dari belenggu tugas mengetik dan administrasi yang melelahkan. Dengan begitu, dokter dapat berinvestasi waktu yang lebih berkualitas untuk merawat pasien.
Bagi Anda yang berprofesi sebagai dokter,
ambil kembali waktu, energi, dan fokus yang selama ini tersita. Kunjungi GiniDok sekarang juga dan rasakan pengalaman
bagaimana kecerdasan buatan dapat mengembalikan perhatian Anda sepenuhnya
kepada pasien. Coba 20 kredit gratis untuk pengguna baru, dan tambahan 10 kredit
setelah berhasil mereferensikan GiniDok ke rekan sejawat menggunakan kode referal!
Referensi:
CNN
Indonesia. 2020. Studi: 83 Persen Nakes Alami Burnout Sedang Sampai Berat.
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20200904165920-255-542929/studi-83-persen-nakes-alami-burnout-sedang-sampai-berat.
Mess,
A.S. 2025. Artificial Intelligence Scribe and Large Language Model
Technology in Healthcare Documentation: Advantages, Limitations, and
Recommendations. https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11737491/.
Rapaport,
L. 2020. Doctors average 16 minutes on the computer for every patient. https://www.reuters.com/article/business/healthcare-pharmaceuticals/doctors-average-16-minutes-on-the-computer-for-every-patient-idUSKBN1ZC2GX/.
Sinsky, Christine, dkk. 2016. Allocation of Physician Time in Ambulatory Practice: A Time and Motion Study in 4 Specialties. https://www.acpjournals.org/doi/10.7326/M16-0961.
0 komentar